Basic of
Sound Design dalam Obrolan Ngalor Ngidul
Bareng Momo
Jogja
Audio School bekerjasama dengan STMM MMTC Yogyakarta mengadakan workshop
bertajuk “Basic of Sound Design”. Acara ini diselenggarakan pada hari Senin (13/4)
bertempat di Studio MMTC Radio. Mohammad Dany Febriadi atau yang akrab disapa
Momo yang merupakan frontman dari Captain Jack, group musik alternatif asal
Jogja sekaligus music producer dan
salah satu pengajar di JAS berkesempatan menjadi pembicara dalam seminar yang
diikuti sekitar 50 mahasiswa MMTC (sesuai kuota yang ditentukan) dari berbagai
tingkat dan program studi.
Pada
awal workshop Momo memberikan sampel yang ia sebut sebagai “pertanyaan goblok” yang tidak ada
hubungannya dengan audio. Dimana peserta diminta untuk memilih antara buta atau
tuli. “Rata- rata mereka yang awam akan jauh lebih memilih tuli dari
pada buta. Mereka berpikir mata adalah indra manusia yang dianggap primer
sedangkan telinga dianggap sekunder. Padahal pada kenyataanya mata bekerja
dengan satu ruang bekerja yang sisinya 45 derajat yang terkendala blank spot, sedangkan
telinga memberikan informasi 360 derajat.”. Kata Momo.
Mindset inilah yang melatarbelakangi workshop Basic of Sound Design ini.
Mindset jadul yang memerlukan
perubahan. Perubahan yang disebut mixing
mindset sebagaimana yang diajarkan di Jogja Audio School (JAS). Mixing mindset adalah mengubah alat
indra primer menjadi sekunder dan sebaliknya, dimana telinga yang dianggap
sekunder diubah menjadi primer melalui visualisasi pendengaran, karena
terkadang visual tidak selalu menjadi nomor satu dan audio tidak selalu menjadi
nomor dua.
Sound
design adalah sebuah proses dimana kita memikirkan, mencari sebuah ide sebelum
proses mendeskripsikan, membuat memanipulasi, dan memproduksi elemen audio
berlaku. Momo juga memberi perumpamaan bahwa sound desain adalah blue print
sebelum kita membangun sebuah rumah dimana rumah itu ibarat sebuah karya (entah
itu film, animasi dan segala macam). “Kita harus punya blue print yang disebut sound desain dalam urusan audio. Audio bisa
didesain dengan yang namanya visualisasi pendengaran” tutur Momo menjelaskan
lebih lanjut.
Untuk
mendesain suatu suara dibutuhkan bukan hanya
skill audio engineer, namun juga recording
& audio producting, live
performance, film making, TV production, theatre, post production dan video game.
Sejatiya sound design didasarkan pada pengetahuan berupa the hearing perspective yang terdiri
dari physical hearing dan sycological hearing. Dimana physical hearing adalah mendengarkan secara fisik (apa adanya)
berdasarkan teori-teori yang ada. Dimanipulasi dengan memotong suara, menaikkan
frekuensi, menentukan jarak dan menentukan microphone. Sedangkan untuk
menentukan keberhasilan suatu sound desain dan menciptakan sound desain yang baik dibutuhkan sycological hearing programming untuk
kemudian audio bisa mulai didesain.
Obrolan
ngalor ngidul bersama Momo ini makin
menarik ketika peserta diajak memahami “dunia tanpa suara” melalui pemutaran
cuplikan film Insidious yang bergenre horor di tengah workshop dengan dua
versi. Dimana versi pertama dengan suara dan versi kedua tanpa suara. Hal ini
bertujuan untuk membandingkan. Terbukti film dengan surprising sound sukses membuat para peserta berdebar-debar dan
bahkan ketakutan saat kemunculan sosok hantu. Sedangkan penayangan tanpa suara
terasa kurang menarik. Sudah seharusnya audio visual come in one packet. Ketika
mereka terpisah akan menjadi tidak terlalu menarik. Dari sini kita tahu
seberapa pentingnya suatu produksi audio.
Selain
itu, peserta juga diajak flashback mengingat
pelajaran fisika SMA tentang gelombang transfersal dan longitudinal. Ditambah Penjabaran
alasan mengapa orang akan lebih nyaman mendengar suara berat dari pada
cempreng. Merupakan hal menarik lain yang menjadi nilai tambah dari wokshop ini.
Wokshop ini mendapat respon positif dari mahasiswa STMM MMTC baik dari
sisi pembicara maupun materi. Mengingat metode penyampaian materi sangat
friendly dan interaktif. Materi mudah diterima karena disampaikan menggunakan
bahasa prokem khas anak muda disertai
contoh implementasi yang konkret. Selain itu, antusiasme begitu terlihat saat
sesi diskusi berlangsung. Pada sesi ini pula Momo berpesan agar janganlah
mengkotakkan diri berdasar label idealisme dan jangan berhenti di jalan
melainkan terus melangkah maju untuk terus berkembang, berinovasi dan berkreasi.
“Kreatif
dengan mendobrak tembok berupa rasa takut. Takut itu ilusi, bahaya itu nyata.”
Jelas Momo.
“Diharapkan untuk yang ingin menekuni mutimedia mempunyai
gambaran tentang sound desain. Orang lebih menyelami dunia visual dari pada
audio. “Kata Momo memaparkan inti workshop.
Komentar
Posting Komentar