Negeri Plagiat
Oleh : Merita Ratih Indriyana
Negeri
Plagiat, mungkin nama itu pantas di sandang oleh negeri ini. Siapa sih yang tak
tahu artinya plagiat?? Yang dengan bahasa formal kita sebut penjiplakan. Tentu
semua tahu, pasalnya plagiat sedang giat digarap oleh “Seniman Televisi” negeri
ini dan mungkin dikembangkan yang tak tahu arahnya mau dibawa kemana.
Plagiatisme
bukan hal baru di Indonesia. Masyarakat tiap hari dicekoki seabreg tayangan-tayangan yang begitu serupa dengan tayangan negara
lain. Entah serial drama korea atau sekuel film-film barat. Ya sebut saja... serial “Ganteng-Ganteng
Serigala” atau biasa disingkat GGS yang ditayangkan oleh salah satu televisi
swasta Indonesia dengan popularitas di atas awan. Menyajikan alur yang serupa
dengan film Amerika berjudul “Twillight”. Intinya sama, bedanya hanya untuk
versi Indonesia lebih lebay alias di lebih-lebihkan. Mulai dari dandanan menor
ke sekolah, seragam sekolah yang ketat dan minim Percintaan dan dunia sekolah
selalu disandingkan tanpa mementingkan unsur pendidikan. Pada intinya semua
sarat hedonis. Sangat kontras dengan budaya ketimuran khas Indonesia.
Miris
mengingat pemerannya didominasi bocah usia belia. Pendidikan nomor dua setelah
merasakan enaknya kerja, itu yang pada akhirnya membuat pemerannya memutuskan
home schooling atau bahkan sampai putus sekolah, hanya demi stripping.
Adapula
judul tayangan “Kau yang Berasal dari Bintang” yang sempat tayang tahun lalu
dan berakhir pada tahun yang sama. Lebih parah lagi, tayangan ini secara vulgar
menunjukkan kemiripannya dengan tayangan aslinya “You Who Come from the Star”
yang berasal dari “Negeri Gingseng”, Korea Selatan. Bukannya malu tapi malah bangga akan tingkat
kemiripannya yang nyaris 100 %. Hingga pada akhirnya tayangan ini mendapat
protes keras langsung dari Korea yang untungnya tidak dilanjutkan ke meja
hukum. Eh... tapi bukannya ditamatkan, malah hanya diubah judulnya menjadi “Kau
yang Berasal dari Bintang versi Indonesia”. Ditambah keterangan diadaptasi dari
Drama Korea “You Who Come from the Star”.
Bandel
memang pantas dianugerahkan untuk pelakon plagiatisme ini. saya tak habis
pikir, sebenarnya apa yang mau dibuktikan para pelakon ini. Kenapa harus
plagiat?. Itulah pertannyaan yang selalu dajukan olh orang-orang yang muak
dengan tayangan plagiat. Begitu juga saya sendiri.
Bukannya
tak mampu tapi hanya karena ogah. Ogah keluar duit, ogah ribet, dan ogah-ogahan
yang lainnya. Saya bilang begitu bukan tak beralasan. Coba kita lihat film-film
berbobot dan berkualitas seperti film “Soekarno” yang pada tahun ini berhasil masuk nominasi Oskar menyusul pendahulunya Sang Penari, Denias Senandung Di Atas
Awan, GIE, Alangkah Lucunya Negeri ini, dan masih banyak lagi yang lain. Meskipun pada akhirnya belum berhasil membawa piala
namun paling tidak itu merupakan bukti bahwa Indonesia ini mampu kok
menciptakan film dan tayangan berkualitas asal ada kemauan, kretifitas, dan
terus belajar.
Ya belajar.
Menonton film dan tayangan negara lain itu boleh dan sah-sah saja, tapi hanya
untuk dijadikan referensi dan memperoleh inspirasi, bukan untuk plagistisasi.
Karena saya yakin bahwa moral “Seniman Televisi” lebih tinggi harganya apabila
hanya untuk ditukar dengan sebuah plagiatisasi.
Komentar
Posting Komentar